Mengapa banyak orang menolak untuk vaksin ?
Ada banyak proyek besar di sepanjang sejarah kehidupan manusia. Salah satu diantaranya, yang telah menjadi mimpi buruk dunia hingga saat ini, adalah Proyek Manghatan. Proyek ini menjadi cikal bakal porak-porandanya Hiroshima dan Nagasaki karena pengembangan Nuklir yang mereka lakukan. Satu lagi proyek besar yang akan diingat dunia, baru saja berlangsung di Serrana Brazil tahun ini adalah Proyek S. Namun berbeda dengan Proyek Manghatan, Proyek ini akan menyelamatkan banyak populasi di Dunia. Proyek S ini adalah sebuah eksperimen yang dilakukan oleh salah satu perusahaan vaksin terkemuka—Sinovac—di Serrana Brazil untuk menunjukkan bahwa umat manusia memiliki harapan untuk melawan penyebaran Virus Covid yang telah menelan banyak korban.
Hasil dari Eksperimen tersebut menunjukkan pandemi dapat di kontrol jika tiga-perempat dari total populasi di sebuah daerah di vaksinasi menggunakan Sinovac. Lebih mencengangkan lagi karena angka kematian turun sampai 95%, orang yang menjalani perawatan rumah sakit turun sampai 86%, dan kasus yang menunjukkan gejala turun sampai 80%. Tentu saja berita ini menjadi angin segar untuk banyak orang di dunia, apa lagi untuk banyak negara berkembang yang menggunakan Sinovac sebagai vaksin negara mereka. Namun pengharapan tersebut tidak seindah angan, meski dengan berbagai bukti ilmiah mengenai efektivitas vaksin yang disarankan, masih banyak orang yang menolak untuk menggunakannya. Bahkan perihal ini menjadi heboh di berbagai lini dan media komunikasi masyarakat. Sehingga menarik benang merah dari gejala ini harus dilakukan secara hati-hati untuk membawa kemaslahatan kepada berbagai pihak.
Bias
Dalam memutuskan perihal yang penting seperti menerima vaksin atau tidak menerimanya, sering kali manusia cukup percaya diri pada keputusan yang diambilnya. Namun banyak ahli menyatakan manusia sangat rentan oleh bias yang mereka miliki. Tanpa disadari, Bias ini dapat membuat manusia memutuskan keputusan-keputusan hidup yang sebenarnya tidak berpihak pada kemaslahatan pribadi mereka. Contohnya, Present Bias, yang di mana bunyinya adalah manusia lebih memperhatikan dampak yang didapatnya pada saat sekarang tanpa memedulikan dampak jangka panjangnya. Ke semuanya itu seperti merokok atau makan yang berlebihan, perhatian manusia pada kondisi tersebut hanya akan terpusatkan pada kondisi rileks yang diciptakan oleh rokok atau perasaan puas yang diciptakan makanan, dengan mengabaikan apa dampaknya pada masa yang akan datang. Kondisi ini tidak jauh bedanya dengan keputusan penting vaksinasi. Beberapa contoh bias berkenaan perihal tersebut adalah availability bias, conformity bias, atau the illusion of control.
Avaliability Bias
Manusia dalam menakar kemungkinan terjadinya sesuatu akan melihat seberapa mudah terpikirkan contoh masalah tersebut dalam pikirannya, perhatian mereka akan mudah tersita pada perihal yang mudah mereka pikirkan dari pada yang sulit. Penyebab kematian yang mencolok—seperti meninggal karena vaksin, atau meninggal karena covid meski telah vaksin—sering mendapatkan perkiraan kemungkinan yang cenderung di besar-besarkan, sedangkan penyebab kematian yang sudah sering terjadi namun tidak menjadi pusat wacana mendapat perkiraan yang terlalu kecil—contohnya jumlah peningkatan kematian kasus covid tiap harinya.
Conformity Bias
Tekanan sosial dalam masyarakat memiliki pengaruh yang sangat besar dalam mengubah perilaku seorang Individu di dalamnya. Kalau saja sebahagian besar masyarakat di sebuah daerah melakukan “penolakan untuk vaksinasi” kemungkinan individu-individu lainnya dalam masyarakat tersebut tidak memiliki pilihan yang banyak, selain juga melakukan penolakan. Meskipun mereka “mungkin saja” paham akan pentingnya vaksin ini.
The illusion of control
Manusia memiliki kecenderungan untuk mempercayai bahwa mereka telah memiliki kontrol terhadap hasil dari sebuah kejadian, meskipun sebenarnya kejadian tersebut terlalu kompleks untuk diprediksi. Manusia telah cukup lama tetap beraktivitas tiap harinya, meski ditengah ancaman covid. Mereka kemudian mengembangkan sebuah ilusi bahwa covid dapat mereka kendalikan menggunakan kebiasan-kebiasaan mereka tiap harinya. Meski tanpa imunisasi. Namun penanganan penyebaran virus covid ini jauh lebih kompleks dari pada menjaga kebiasaan yang sama tiap harinya. Mutasi virus covid bisa saja menjadikan kebiasaan-kebiasaan tersebut tidaklah efektif lagi.
Lalu?
Bias adalah bagian dari manusia, manusia memiliki bakat untuk berpikir secara rasional, namun manusia terikat dengan berbagai keterbatasan, atau disebut Daniel Kahneman sebagai Bounded rationality. Benar adanya manusia dapat berpikir secara rasional namun manusia juga terbatas oleh waktu, kemampuan kognitif, atau sumber yang valid. Ke semuanya itu memunculkan bias dan membuat manusia keliru dalam memahami pilihan mana yang terbaik untuk mereka. Termasuk dalam memutuskan apakah mereka harus vaksin atau tidak. Penentu kebijakan sebaik nya memasukkannya sebagai pertimbangan untuk membuat sebuah pendekatan yang tepat agar informasi yang disalurkan mengenai vaksin ini tidak terhalangi oleh bias yang dimiliki setiap individu dalam masyarakat.
Catatan:
Diterbitkan di koran Online Fajar (https://koran.fajar.co.id/2021/09/12/mengapa-banyak-menolak-vaksin/) dengan beberapa perubahan.
Sumber Foto: https://www.dw.com/en/coronavirus-digest-astrazeneca-vaccine-still-safe-says-who/a-57023010
0 Comments:
Posting Komentar